Sabtu, 20 Agustus 2016

Segelas Kopi


Hasil gambar untuk gambar segelas kopi 

Tak bosan berbincang tentang kopi. Dan kau adalah penikmat candu kaffein.
Malam ini, aku berusaha merekam pembicaraan kita tempo hari. Berusaha mencari inti dari setiap dialog kita.
Kopi…
Tentang kopi lagi.
Kala itu, aku sedang menyeruput kopi di gelasku.
“Pahit!”
Kutambahkan satu sendok gula lagi untuk menghilangkan pahitnya.
Tetap pahit.
“Aku tak suka pahit,” kataku dengan cemberut.
“Aku akan selalu menambahkan gula pada kopiku hingga manis,” kataku lagi.
“Kenapa kau tak berikan pada yang lain?” katamu santai sambil menyeruput kopi kentalmu, yang tak ingin kubayangkan seberapa pahitnya.
“Kopinya sudah terlanjur aku buat dan aku seruput, mana mungkin aku memberikannya pada orang lain? aku akan mencari gula untuk membuatnya manis,” jawabku tak mau kalah.
“Kamu sudah tau kopi itu pahit, kenapa masih memaksakan diri untuk meminumnya?”
“Karena aku ingin meminumnya,”kataku yang mulai tersulut emosi.
“Jika tak ada gula, apakah kau akan tetap meminumnya?”
“Ya.” kataku singkat.
“Kopi walau diberi gula tetap tak bisa menyembunyikan rasa  pahitnya. Apalagi tidak memakai gula. Kenapa tidak kau buang atau berikan kepada orang lain? banyak kok yang masih suka dengan pahitnya kopi,” katamu mencoba menganalogikan sesuatu. mengulang pembicaraan yang tadi.
“Tidak! Aku sudah terlanjur membuatnya. Walau pahit. Walau aku tidak suka, aku tetap akan meminumnya. Aku tidak akan membuangnya atau memberikannya pada orang lain,” ketusku yang mulai menemukan arah pembicaraanmu.

Kau dan aku diam.
Suasana menjadi hening.
Aku memang bukan penikmat kopi pahit. Tapi aku banyak belajar dari kopi. Bagiku seperti belajar kehidupan. Bahwa kita menjalani kehidupan ini dengan penuh kesusahan dan kesulitan, walau berbagai kesenangan menghampiri, namun sifatnya sementara. Hanya bersifat keduniaan saja. Meski diberi gula berapapun takarannya, rasa pahit tetap ada. Karena, keindahan dunia, seindah dan sebaik apapun, tetap hanyalah fatamorgana saja. Bersifat fana dan dapat hancur.
Karena sejatinya, kehidupan yang hakiki adalah kembali ke jannah-Nya yang disana manusia hidup dengan kesenangan abadi. Dimana sendawa dan keringat berubah menjadi bau-bau yang harum. Terdapat sungai-sungai yang mengalir indah. Tidak ada yang tua  di dalam jannah. Semua yang ada di dalamnya adalah kesenangan dan kesenangan yang Allah telah ridho diberikan untuk orang-orang beriman.
Pada kopi pula, kita belajar arti sabar. Sepahit apapun, tetap dapat dinikmati. Apalagi ketika ditemani orang yang dikasihi. Rasa pahit kopi akan terasa sangat nikmat dan membuat candu.
Aku tak pernah tahu filosofi kopi bagimu. Dan tak pernah bertanya mengapa kau begitu menyukainya. Apakah penjabaran dalam pikiranku ini sama seperti yang kamu pikirkan? Ahh sudahlah aku tak ingin banyak bertanya tentang kopi padamu. Biarlah aku yang mencari tahu sisanya. Aku tidak ingin mengusikmu dengan pertanyaan-pertanyaan bodohku.
Ketika kopiku habis terminum, aku hanya ingin melemparkan senyum padamu, yang sedang asyik memandang hujan di balik jendela kafe yang berembun.

Kau adalah alasan mengapa aku tak akan membuang atau memberikan kopiku pada orang lain. Karena aku tidak tahu apakah aku bisa merasakan nikmatnya minum kopi tanpamu? Karena tidak semua orang suka dengan rasa pahit dan kentalnya kopimu.


Bantul, 19 Agustus 2016, Seduhan pertama kopi asli

2 komentar: