Tak bosan berbincang tentang kopi. Dan kau adalah penikmat
candu kaffein.
Malam ini, aku berusaha merekam pembicaraan kita tempo
hari. Berusaha mencari inti dari setiap dialog kita.
Kopi…
Tentang kopi lagi.
Kala itu, aku sedang menyeruput kopi di gelasku.
“Pahit!”
Kutambahkan satu sendok gula lagi untuk menghilangkan
pahitnya.
Tetap pahit.
“Aku tak suka pahit,” kataku dengan cemberut.
“Aku akan selalu menambahkan gula pada kopiku hingga
manis,” kataku lagi.
“Kenapa kau tak berikan pada yang lain?” katamu santai
sambil menyeruput kopi kentalmu, yang tak ingin kubayangkan seberapa pahitnya.
“Kopinya sudah terlanjur aku buat dan aku seruput, mana
mungkin aku memberikannya pada orang lain? aku akan mencari gula untuk membuatnya
manis,” jawabku tak mau kalah.
“Kamu sudah tau kopi itu pahit, kenapa masih memaksakan
diri untuk meminumnya?”
“Karena aku ingin meminumnya,”kataku yang mulai tersulut
emosi.
“Jika tak ada gula, apakah kau akan tetap meminumnya?”
“Ya.” kataku singkat.
“Kopi walau diberi gula tetap tak bisa menyembunyikan
rasa pahitnya. Apalagi tidak memakai
gula. Kenapa tidak kau buang atau berikan kepada orang lain? banyak kok yang
masih suka dengan pahitnya kopi,” katamu mencoba menganalogikan sesuatu. mengulang pembicaraan yang tadi.
“Tidak! Aku sudah terlanjur membuatnya. Walau pahit. Walau
aku tidak suka, aku tetap akan meminumnya. Aku tidak akan membuangnya atau
memberikannya pada orang lain,” ketusku yang mulai menemukan arah
pembicaraanmu.
Kau dan aku diam.
Suasana menjadi hening.
Aku memang bukan penikmat kopi pahit. Tapi aku banyak
belajar dari kopi. Bagiku seperti belajar kehidupan. Bahwa kita menjalani
kehidupan ini dengan penuh kesusahan dan kesulitan, walau berbagai kesenangan menghampiri,
namun sifatnya sementara. Hanya bersifat keduniaan saja. Meski diberi gula berapapun
takarannya, rasa pahit tetap ada. Karena, keindahan dunia, seindah dan sebaik
apapun, tetap hanyalah fatamorgana saja. Bersifat fana dan dapat hancur.
Karena sejatinya, kehidupan yang hakiki adalah kembali ke
jannah-Nya yang disana manusia hidup dengan kesenangan abadi. Dimana sendawa
dan keringat berubah menjadi bau-bau yang harum. Terdapat sungai-sungai yang
mengalir indah. Tidak ada yang tua di
dalam jannah. Semua yang ada di dalamnya adalah kesenangan dan kesenangan yang
Allah telah ridho diberikan untuk orang-orang beriman.
Pada kopi pula, kita belajar arti sabar. Sepahit apapun, tetap
dapat dinikmati. Apalagi ketika ditemani orang yang dikasihi. Rasa pahit kopi
akan terasa sangat nikmat dan membuat candu.
Aku tak pernah tahu filosofi kopi bagimu. Dan tak pernah
bertanya mengapa kau begitu menyukainya. Apakah penjabaran dalam pikiranku ini
sama seperti yang kamu pikirkan? Ahh sudahlah aku tak ingin banyak bertanya
tentang kopi padamu. Biarlah aku yang mencari tahu sisanya. Aku tidak ingin
mengusikmu dengan pertanyaan-pertanyaan bodohku.
Ketika kopiku habis terminum, aku hanya ingin melemparkan
senyum padamu, yang sedang asyik memandang hujan di balik jendela kafe yang
berembun.
Kau adalah alasan mengapa aku tak
akan membuang atau memberikan kopiku pada orang lain. Karena aku tidak tahu
apakah aku bisa merasakan nikmatnya minum kopi tanpamu? Karena tidak semua
orang suka dengan rasa pahit dan kentalnya kopimu.
Bantul, 19 Agustus 2016, Seduhan pertama kopi asli
Hem kaya pernah denger alur critanya
BalasHapusHem kaya pernah denger alur critanya
BalasHapus