Senin, 18 Januari 2016

Surat Cinta dari Langit


oleh: Nin Wahyuni

Malam ini yang begitu teduh, dengan bintang-bintang yang bersembunyi di balik selimutku, aku menemukan cinta.
Cinta seindah kemerlip bintang, yang selalu bersembunyi dengan rasa malunya, yang hanya bisa menyapa dalam diam, dalam bahasa rindu yang tak terucap.
Suatu sapaan manis pada hati yang selalu merindu kedatangan kemerlipmu, yang menyimpan ribuan asa, dan membawanya ke langit luas, agar tak tersentuh ujung kukupun.
Allah…
Kau kirimkan cinta yang indah ini, bersama bintang-bintang yang turun ke hatiku.
Hujan yang membersamai memberikan keteduhan, kehangatan, dan pengharapan.
Kau turunkan hujan ketika hati tengah merindu, agar Kau dapat memberikan Rahmat dan Keridhoan-Mu padaku. Agar malam-malam selanjutnya aku bisa merasakan cinta seperti malam ini.
Laksana surat cinta yang datang dari langit, begitulah yang aku rasakan, dengan getaran yang penuh damai.
Seperti ketika Rasulullah yang mencintai Aisyah seperti “Hari Pertama”, walau sudah melampau rentang waktu.
Dan seperti itulah ketika Aisyah yang selalu bertanya,
”Apakah kau mencintai Aisyah?”
“Bagaimana engkau mencintai Aisyah?”
“Seperti hari pertama,” jawab Rasulullah.
Begitu indah dan Romantisnya Rasulullah dengan pernyataan cintanya, bahwa tidak akan ada yang berubah dari rasa cintanya, meski musim terus berganti.
Dan, begitulah diriku yang ingin mencintaimu, selalu seperti hari pertama ketika kau menemukanku nanti, meski sudah kurasakan betapa dekatnya dirimu kini.
Ketika rasa itu tak mampu kusembunyikan dengan apapun, aku tetap berpayung di bawah naungan Rabb yang akan menjaga rasa ini untukmu kelak.
Agar apa yang terlihat, terdengar, dan terasa di hatiku bukanlah suatu rasa yang bersumber dari nafsu duniawi semata.
Melainkan cinta Agung yang berasal dari Pemiliki cinta Sejati, yaitu Allah, Tuhan semesta Hati yang Maha Romantis.
Itulah mengapa aku tak pernah berusaha mencarimu dalam persembunyianmu, karena sungguh kau tidak dapat menyembunyikan diri dari-Nya.
Tak pernah ada rasa khawatir dalam diriku ketika engkau menjauh, karena tangan-Nya pasti akan menarikmu untuk kembali mendekat, agar kita dapat berteduh di payung yang sama dengan bahasa rindu yang sama.
Mencintaimu seperti “Hari Pertama” ketika tabir mempertemukan kita.
Meski sosokmu tidak terlihat olehku, yang entah tersembunyi dimana, namun hatiku dapat menangkap getar rindumu dan hadirmu.
Aku, masih disini, menanti surat cinta dari langit yang akan turun ke hatiku dan hatimu.
Menantimu dengan perbaikan diri dan penuhi ikhtiar untuk menyingkap gunung kabut yang menyelimutimu, dengan bahasa taubat.
Hingga nanti, ketika kau menemukanku, kau tidak lagi kecewa dengan keadaanku.
Hingga nanti, sudah cukup bekalku ketika engkau datang menjemput. Agar cukup bekalku mendayung sampan ke laut lepas mengarungi samudra kehidupan yang penuh bahaya bersamamu.
Takkan kubiarkan kapal kandas dan karam di tengah lautan dengan sia-sia.
Dengan bekal iman dan taqwa, akan kuserahkan diriku padamu. Aku ingin pergi mengarungi kehidupan ini bersamamu. Membasuh peluhmu. Menjadi sebaik wanita di hadapanmu, yang menyejukkan mata setiap kau membuka mata ketika bangun dari tidurmu. Ku ingin melihat dan melangkah ke syurga bersamamu, dengan menyempurnakan separuh Dienmu. Seperti janji Rabb dalam Ar-Rahman-Nya, aku ingin menjadi satu-satunya bidadari di syurga-Nya untuk menemanimu.
Aku takkan merusak telingamu dengan suara kasarku. Takkan pula membuat kakimu melangkah ke pintu neraka karena tidak patuhku dan taatku padamu.
Akan kujadikan pakaianmu adalah pakaianku, dimana akan menjadi pakaian kemuliaan atas rahmat-Nya.
Jika saat ini belum saatnya kuberikan tulus cintaku, biarlah ia tetap tersimpan, dimana syetanpun tak mampu menemukannya.
Hingga tiba surat cinta dari langit bersambut dengan pernyataan ijab qabul darimu.

** Bantul, 19 Januari 2016, di tengah malam yang sunyi dengan bahasa rindu dari-Nya


Tidak ada komentar:

Posting Komentar