Oleh : Nin Wahyuni
Akhlak tak selebar khimarku.
Ketika aku menuliskan judul tersebut, aku berulang kali merenung. Memang,
perjalanan hijrahku telah membuat pakaian dan khimarku benar-benar berubah.
Dari yang memakai rok di atas lutut, jeans pensil, baju tanpa lengan, baju ketat,
dan lainnya yang jahil. Kemudian bertranformasi menjadi wanita berkhimar karena
seringnya mengikuti pengajian, juga karena ketertarikan pada dakwah amar ma’ruf
nahi munkar. Yah, aku suka mendengarkan sesuatu yang baik. Perkataan yang baik.
Walaupun belum tentu teraplikasi dalam kehidupanku, setidaknya aku tidak
menolak orang menyampaikan kebaikan di telingaku . Lagi-lagi…aku hijrah. Menjadi
ukhti dengan khimar lebar, dengan gamis yang menyentuh tanah, dan berkaos kaki.
Sekali lagi, akhlak tak selebar khimarku. Akhlak tak terpancar dari
lebarnya khimar dan lebarnya pakaian yang dikenakan. Aku sadar itu. Untuk
mendefinisikan akhlaq, aku harus kembali menyibak buku kuliah mengenai akhlaq. Bahwa
akhlaq adalah budi pekerti, perangai, atau tabiat. Dan Rasulullah diutus Allah
pertama kali untuk menyempurnakan
akhlaq manusia.
Mengapa akhlaq dan bukan yang lainnya?
Kembali kupahami, bahwa akhlaq sangat dibutuhkan karena untuk
sebuah kedamaian dan keserasian. Akhlaq adalah fondasi menjadi manusia yang
baik untuk mencapai derajat mulia disisi-Nya. Akhlaq tidak hanya mengatur tata
aturan berhubugan dengan manusia, tetapi juga mengatur hubungan dengan
Tuhannya, bahkan dengan alam semesta sekalipun—karena hidup butuh keharmonisan.
Akhlak tak selebar khimarku. Memang.
Butuh durasi waktu yang lebih panjang dan perenungan dalam untuk
memaknainya, kemudian memakainya sebagai pakaian sebenarnya.
Jangan pernah menilai dari lebarnya khimar seseorang, karena khimar
tak bisa disamakan dengan kadar akhlaq yang dimiliki seseorang. Setidaknya, dia
sudah menunjukkan ketaatan pada Rabb-Nya—untuk menutup aurat.
Untuk yang membaca tulisanku, kuharap kalian mendoakan perbaikan
akhlaqku ketika khimar tak bisa melindungiku dari berbuat kesalahan.
***Muhasabah Selepas Dinginnya Shubuh. Bantul, 4 September 2017***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar