Selasa, 01 Januari 2019

Ibu: Cinta Terbaik

Hasil gambar untuk love mother

Oleh : Nin Wahyuni


Ibu...beberapa hari lalu banyak sekali yang mengucapkan hari ibu. Bahkan, sampai umurku 24 tahun aku tak pernah mengucapkan apalagi memberimu kado spesial. Padahal, betapa besarnya jasamu, Ibu. Setetes darahmu pun tak bisa terbalaskan. Ibu,  kau adalah cinta terbaikku. Aku tak punya alasan mengkhususkan waktu-waktu tertentu untuk mengucapkan terimakasih dan ucapan sayangku padamu. Kau selalu ada dalam doa-doaku setiap hari.

            Sampai hari ini, diumurku yang sudah 24 tahun, aku belum menemukan cinta sebaik dirimu. Bahkan mempunyai teman-temanpun tak pernah merasa mereka benar-benar mencintaiku. Mungkin itulah yang membuatku sering merasa kesepian. Merasa tak memiliki teman yang benar-benar merasa berarti seperti dirimu. Yang selalu ada setiap aku menghadapi masalah pelik dalam hidupku. Walau begitu, aku mencoba membuka diri untuk merasakan kehadiran mereka yang baik padaku. Menganggap mereka sahabat, walau tetap saja dirimu segalanya. Bagiku engkau bukan hanya ibu, tapi sahabat, bahkan kekasih.

            Hampir setiap hari, terutama di malam hari, tak pernah bosan menemaniku bercerita. Bercerita apa saja yang kualami setiap hari. Tentang pekerjaanku, teman-temanku, murid-muridku, bahkan seseorang yang dekat denganku. Kau adalah tempat ternyaman mengutarakan rasa. Seakan memiliki ibu sepertimu adalah anugrah terindah dalam hidupku.

Sebentar lagi aku menikah. Pastinya kita tak akan sedekat ini lagi. Akupun tidak tahu apakah nanti seseorang yang akan menemaniku, bisa mendengar cerita-ceritaku setiap malam? Kuharap dia sama sepertimu, tidak bosan mendengar cerita-ceritaku. Meski aku tidak tahu apakah dia bisa sepertimu, Bu. Betapa aku tidak ingin membandingkan dirimu dengan dirinya. Seperti nasehatmu. Tidak ada manusia yang sempurna. Kita juga tidak bisa memaksa seseorang seperti yang kita mau. Tapi, semoga dia yang sudah dipilihkan untukku adalah cinta terbaikku juga—meski berbeda perlakuan—tak sepertimu Ibu. Semoga dia menyayangiku seperti Ibu menyayangiku—tulus.

Katamu, menikah itu saling melengkapi. Saling mengisi kekosongan. Saling memahami. Saling menguatkan. Berkali-kali juga engkau mengingatkanku untuk tidak menuntutnya sempurna. Tidak boleh membandingkan dengan laki-laki lain yang pernah kutemui sebelumnya. Tidak boleh ditampakkan kekurangannya, cacatnya kepada orang lain. Harus menjadi istri yang cerdas mengelola keuangan. Rajin nabung. Jangan banyak kepengennya. Hidup hemat. Banyak mikir masa depan. Jangan boros. Sayang sama keluarga suami seperti aku sayang sama keluargaku sendiri. Membiarkan suami memberikan kewajibannya pada orang tuanya. Harus selalu qanaah, dan masih banyak lagi nasehat yang engkau berikan.

Ahhh...betapa aku baru sadar kalau aku sudah dewasa. Tema pembicaraan kita sudah berubah. Yang dulu bicara soal teman sekelas yang nyebelin. Tentang guru yang bikin ngantuk saat pelajaran. Tentang laki-laki yang naksir aku, dan masih banyak lagi. Sekarang...temanya sudah lain. Betapa waktu berjalan begitu cepat, Bu. Semoga Allah selalu memberimu kesehatan dan umur panjang. Aku sangat mencintaimu. Doakan anakmu ini bersama orang yang tepat. Yang tidak hanya menemani, tapi juga bisa membimbingku menjadi manusia yang lebih baik lagi.

Ibu...aku sangat...sangat menyayangimu. Semakin hari aku semakin menyayangimu. Hari-hari ini semakin bermakna bagiku. Sebelum aku menikah...semoga Allah mengabulkan doa-doaku. Di hujan yang turun kali ini semoga Allah mengijabahnya. Semoga Ibu lekas berhijab dan shalatnya tetap dijaga agar selalu bisa lima waktu. Semoga Allah selalu memberimu hidayah yang menuntunmu menjadi sosok yang lebih baik lagi. Semoga malaikat sedang mengaminkan doa-doaku malam ini. Sebanyak tetesan hujan yang turun, turut mengaminkan doaku.


Bantul, 27 Desember 2018, “Dari Anakmu yang sangat menyayangimu”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar