Oleh: Nin Wahyuni
Aku kembali pada titik balik pertanyaan tentang iffah dan izzahku sebagai seorang wanita. Bagaimana pernyataan menjaga diri mampu kupertanggung jawabkan? Memang, dalam hidup ini selalu menawarkan pilihan, sekalipun pilihan itu tak memihak hati dan keinginan kita. Ada saat kita sendiri yang harus tegas pada hati kita untuk berhenti, walau tak ingin akhiri.
Mungkin tentang semua ketakutan atau segala prasangka yang tak kubiarkan bersarang dalam pikiran dan hati. Mungkin rasa yang kemudian membawaku pada hal bernama “galau”. Atau apapun itu. Berkali-kali hatiku berkata “jangan jatuh lagi. Kamu tak akan sanggup jatuh untuk yang kesekian kalinya”. Menunggu memang melelahkan, tapi aku mampu. Tapi cinta yang semakin tumbuh, dan rindu yang semakin berat? tidak bisa selalu aku bebankan pada hati, karena tak mampu ungkapkan rasa. Bahwa, aku ingin diperjuangkan. Aku ingin layak menjadi seseorang yang diperjuangkan dengan cara yang paling agung.
Aku tahu setiap keputusan akan memiliki konsekuensi. Mungkin kembali patah atau sesuai harapan. Aku hanya ingin menghentikan segala macam pikiran jahat dan cengkraman prasangka dalam diri. Pertanyaan-pertanyaan yang kemudian muncul dalam benak bermunculan dan menguasai alam pikirku.
Bagaimana cinta karena Allah tapi membiarkan waktuku habis memikirkannya? Bagaimana aku bisa dianggap menjaga ketika masih berlena dengan dirinya, walau kataku sudah membatasi dengan yang lain?
Atau…
Bagaimana bisa membiarkan diri selalu dalam gurauan dan candaan, sehingga kamu berfikir aku menjadi tak layak diperjuangkan?
Aku tidak bisa bersaing dengan banyak wanita diluar sana yang memiliki banyak kelebihan. Yang kapanpun bisa beralih pada mereka yang lebih dari segalanya. Aku sadar itu. Tidak ada wanita buruk rupa zaman sekarang. Tidak ada yang bodoh wanita zaman sekarang.
Aku tidak ingin menjadi batu loncatan ketika rasaku telah dalam, tidak ingin hanya menjadi tempat persinggahan sementara pelepas lelah, tempat gurauan, atau apapun itu yang akhirnya membuatku jatuh.
Aku takut jatuh. Iya. Hanya itu.
Tapi…aku tak mampu ungkapkan rasa.
Siapapun, mengertilah.
Bantul, 17 Juli 2018*Renungan di hari sekolah H-2