Sabtu, 26 September 2015

Memorial Bersama Sahabat

 


Oleh: Nin Wahyuni

Sahabat… kita dipertemukan dengan cara yang tak pernah kita duga sebelumnya, tapi itu bukanlah suatu kebetulan. Semua telah diatur dalam skenario-Nya yang indah. Kalianlah yang menemani hijrahku mengarungi kehidupan yang tak mudah ini. Yang  selalu mengganti background kehidupanku menjadi lebih indah dan berwarna.
*** 
Sahabat, ingatkan saat guyuran hujan menempa langit UMY? Dan aku hanya duduk termenung di kursi setengah lingkaran? Kau menarik tanganku untuk melihat hujan. Kau begitu bahagia dengan hadirnya hujan. Entah apa yang kau rasakan ketika itu, yang akhirnya membuatku ikut terlarut menikmati derasnya hujan. Kurasakan dingin mengaliri tubuhku, yang membuatku entah mengapa begitu tenang. Mungkinkah ada doa yang terpanjat tanpa kusadari? Dalam dingin yang penuh ketenangan menambah hikmat dalam hanyut tetesan hujan? sahabat kau mengajariku akan satu hal. Bersyukur, ketika hujan deras sekalipun. Kau mengajarkanku berdoa “Allahumma Soyyiban Nafi’an”.
Tak hanya itu, aku menjadi senang menengadahkan tangan ketika hujan. Setiap tetes air hujan seperti memberiku asa. Aku ingin air hujan meresap di pori-pori telapakanku, sebagai rahmat-Nya yang diturunkan ke bumi. Dan hujan membuatku selalu berharap menghadirkan pelangi, namun hingga kini pelangi itu belum mengurai cahayanya. Mungkin nanti, esok ,atau lusa, yang mengharuskanku sabar menanti—yang entah kapan pelangi itu akan hadir.
Sahabat, kau selalu menasehatiku ketika aku mulai putus asa akan banyak hal yang tak mampu kuhadapi—menurut pikiranku—begitulah aku yang selalu menganggap sesuatu itu mustahil. Darimu aku belajar bagaimana sabar. Dan ternyata kita memiliki hobi yang sama, yaitu berburu buku di perpustakaan. Walau akhir-akhir ini intensitas itu berkurang karena kesibukan tugas yang mengisi sela santai kita. Santai? Kita tak pernah santai, tapi waktu khusus untuk membaca.
--Nikmatus Sya’diah--
***
Sahabat, masih ingat kah kita dua kali berurusan dengan polisi? Dan kesalahan yang aku lakukan itu sama, yaitu salah jalur—melanggar jalan searah. Bersamamu banyak hal menantang dalam hidupku yang telah aku lalui. Jujur, terkadang aku takut tapi terkadang aku menginginkannya. Untuk tilang yang kedua, kamu mengatakan padaku “NING, KATAKAN INI UNTUK YANG TERAKHIR”. Iya, ini untuk yang terakhir dan gak akan ada doa buruk yang aku ucapkan lagi. Aku menyesal pernah berkata “Kalau tilang yang kedua aku mau ikut sidang”, akhirnya kejadian juga. Pengalaman yang tak kan pernah kulupakan dan tak pernah kusesalkan.
Sahabat, aku rindu kita makan satu piring berdua—itu sering kita lakukan. Kamu males makan jadi suka ngajak aku makan di kos kamu, yang lama-lama aku jadi ngrasa gak enak.
Oh iya lupa, ada hal yang terlewatkan. Kamu adalah polisi Bhayangkara terbaikku. Setiap pergi sama kamu, pasti kamu turun buat nyebrangin aku. Itu hal paling konyol dalam hidupku yang membuatku tak pernah lupa.
Aku selain pembaca arah yang buruk, juga penyebrang yang tidak handal. Kamu juga seorang Ibu yang pengertian. Di malioboro aku pasti kamu gandeng kaya anak kecil, sampai-sampai bapak tukang parkir bilang “ini anaknya ya, Bu?”. Umurmu lebih muda dariku, tapi dalam hal kedewasaan aku masih terlalu kekanak-kanakan.
Sahabat, aku suka dengan ketegasanmu, suara ngajimu, ke-on time-an mu, keceriaanmu, dan semangatmu…
Terimakasih menemani sepenggal episode kehidupanku dan masih ingin terus bersamaku walau kita sudah tidak satu kelas. Kamu juga pernah mengatakan “aku ingin selalu bersamamu”. Dan kita juga mempunyai mimpi yang sama yaitu suatu saat nanti mengabdi di pelosok negeri untuk berbagi ilmu. Semoga mimpi itu bisa menjadi nyata, sahabat. Semoga…
--Siti Muflidah—
***
Ini dia sahabat ku yang paling kocak. Ehh lebih tepatnya paling gokil. Dia adalah orang pertama yang ngajak aku ngobrol waktu MATAF di Sportorium. Aku kira masih dibawah umur, gak tahunya lebih tua dari aku. Tapi masih unyu-unyu sihhh. Kakaknya suka nitipin dia ke aku, “Sri nitip Ami, ya”. Kebersamaan dengannya sangat menyenangkan, dan dia gak pernah serius orangnya. Bikin ketawa mulu. Aku malah jadi kakak kalau sama dia. Suka kasih nasihat gitu(sok banget sih!). Tapi emang gitu kenyataannya kalau sama dia.
Jadi inget waktu Studi banding ke Jawa timur—Bali, dia yang ngurusin aku. Aku kan sakit selama di Bali—gara-gara salah makan—diare selama perjalanan. Itu pertama kalinya dia bisa bersikap dewasa sama aku. Ada pesan yang masih aku simpen dan belum aku hapus “Sri tetaplah jadi sahabatku walaupun aku lemot ya, Sri… kadang gak mudengan..jangan tinggalin aku ya, Sri.” Itu pesan yang selalu bikin aku ngakak setiap baca. Kita tetap sahabat kok walaupun sekarang agak renggang karena kesibukan masing-masing. Tujuan kita kan masih sama; kuliah di UMY jadi Mahasiswa terbaik, lulus cum laude
Sahabatku yang gokil ini sekarang udah hijrah. Masyaallah, kerudungnya udah lebar dan bajunya udah gak ketat lagi. Semoga Allah selalu meridhoi langkah kita. Dan terus belajar memperbaiki diri untuk jodoh terbaik. uppss… fokus menuntut ilmu dululah.hehe…
--Siti Aminah—
***
Untuk sahabatku yang tak pernah lekang oleh waktu, bahkan ketika jarak memisahkan kau tetap ada. Segala kebaikanmu takkan pernah kulupakan. Kamu adalah orang pertama yang menerimaku sebagai teman di SD 2 Krekah, ketika teman satu kelas tak ada yang mau berbicara denganku. Aku sempat bingung mengapa mereka memperlakukanku kurang bersahabat, padahal anak baru sepertiku seharusnya diterima dengan baik supaya aku krasan, kan? Jujur, kelas 4 aku sering nangis gara-gara teman-teman kita suka menilai aku. Setiap aku memakai sesuatu yang baru, mereka komentar. Setiap aku mengikat rambutku atau potong rambut, mereka juga komentar. Mereka seperti ogah berteman denganku.  Disitulah titik awal keberanianku memudar. Aku menjadi penakut sejak itu. Tapi sahabat, aku sudah menemukan lagi keberanian itu di UMY. Mereka mengembalikan semua kepercayaan diriku, walau belum sepenuhnya. Masih sering minder sampai sekarang.
Sahabat, aku kira kebersamaan itu hanya sampai SD karena setelah itu kamu lanjut ke Gontor. Aku kira komunikasi dan silaturahim itu terputus, tapi nyatanya aku salah. Setiap liburan kamu datang ke rumahku. Maaf terkadang kurang membuatmu terkesan dengan sambutanku, yang mengajakku main keluar. Jujur, SMP aku males keluar rumah. Bahkan teman-temanku  harus maksa aku dulu buat ngajak keluar.
Sahabat, kamu selalu memberiku kejutan. Tapi aku tak pernah membarimu sesuatupun. Aku terlalu banyak kekurangan, tapi kamu selalu berusaha melengkapiku. Semoga persahabatan ini tetap terjaga walau jarak terbentang dan waktu begitu sempit untuk sebuah perjumpaan. Semoga kita sama-sama bertemu di gerbang kesuksesan empat atau lima tahun lagi, atau bahkan lebih cepat dari itu…
--Fitriah Kurnia Daulia—
***
Ini adalah sahabatku paling muda mendunia. Asal Kalimantan yang suka ngambek…eitss itu dulu, sekarang udah jadi ukhti yang MasyaAllah cantik luar dalam. Semoga tetap istiqamah ya, Ukh. Pengalaman yang tak terlupakan pergi sama kamu adalah nyasar mulu. Entah waktu mau seminar jurnalistik, entah waktu mau observasi di SD Karangkajen. Udah aku gak hafal jalan dan gak bisa baca arah, ya yang diandalin Cuma feeling. Padahal masih daerah Bantul. Parah! Padahal udah lewat jalan itu lebih dari dua kali. Kamu juga sih gak ngehafalin jalan. Udah mah mepet—sekolah hampir bel, kita masih sibuk nyari jalan menuju sekolah. Bener-bener gak terlupakan story between us. Sampai hari terakhir observasi—empat kali tatap muka, jalan belum hafal. Di jalan masih mikir belokan mana. Kamu masih ribut belokan deket toko jas setiap kita lupa jalan. Kamu selalu bilang aneh, kalau tokonya dicari gak ada, giliran pulang, toko jasnya ada. Lucu memang.
Dulu kamu kekanak-kanakan, tapi sekarang udah dewasa dan lebih bijak. Kalau ada tugas kelompok kamu suka ngrepotin aku—tanya mulu. Tapi dasar aku nya suka direpotin juga sih. Haha peace. Pokoknya bersamamu indah deh. Kamu gak beda jauh sama si Ami. Bikin ketawa. Bikin stressku hilang kalau lagi ada kalian. Kamu juga baik sama aku. Setoples berisi kue dan oatnya makasih ya…
Terimakasih juga udah mau melengkapi kekurangan aku…
--Nursiyah Irmayanti—
***
Sahabatku di dusun Banjarwaru, dia cantik dan nyebelin! Suka ngajakin aku main padahal aku orangnya mager(males gerak) kalau diajak main. Tapi kalau udah main ya seneng aja sih. Sampai-sampai nyembuhin trauma aku gara-gara pantai. Kejadian yang bikin aku ngeri— yang hampir terseret ombak—Depok story. Udah mah aku takut pantai, diajak mainnya ke pantai terus. Tapi sekarang udah gak takut, Cuma sampai sekarang gak berani nyentuh air laut di pantai selatan.
Kalau pergi bareng kamu, ujung-ujungnya beli mie ayam favorit kita. Seru pokoknya! Kamu itu guru aku naik motor setelah bapakku. Setiap pergi-pergi aku yang disuruh ngeboncengin. Suka teriak-teriak ngasih aba-aba di jalan; yang masukin giginya kurang haluslah, turunin gigilah, yang ngebutlah, yang lincahlah, yang jangan lupa reting,dsb. Kan gak usah nyewa LPK buat belajar motor yang lihai.hhe
Kalau ke rumahmu, kalau gak minta jeruk ya jambu—maklum rumahmu kan kebun buah. Mau buah jambu air ada, jambu biji ada, jeruk ada, mangga ada, rambutan ada, dsb. Karena kamu tomboy, jadi aku suka ikut-ikutan manjat pohon kaya orang utan—bedanya gak gelantungan.
Kamu juga yang mengajariku hidup sehat, lari dari rumah sampai pantai samas. Aku belajar trik supaya gak terlalu capek kalau lari lama tanpa berhenti. Berkat kamu, di sekolah setiap olah raga lari, aku jadi cewek pertama yang sampai finish. Ada kebahagiaan tersendiri di benakku.
Sahabat, kamu orang yang suka ngajak aku ngebolang dengan sepeda minimu—dulu sebelum kesibukan merampas kebersamaan kita. Dulu kamu selalu ngajak aku blusukan ke desa orang, sampai-sampai aku pernah kesasar sendiri gara-gara pengen ngebolang juga—mengikuti jejakmu.
Dari dulu aku emang bukan pembaca arah yang baik. Tapi terimakasih selalu membuatku percaya diri. Dan masih tetap menjadi sahabatku walau aku sudah berubah—penampilan dan sudut pandangku. Semoga suatu saat aku bisa melihatmu berhijab permanen…
--Dini Yulia Cahya—
***
Aku dipertemukan dengan orang terkonyol dalam hidupku. Kita sama-sama buta arah tapi sok-sokan bawa peta. Waktu itu mau ke Sleman tempat budheku tapi aku lupa jalan, padahal aku berulang kali disuruh hafalin jalan dan belokannya, tapi dasar aku nya gak pernah merhatiin. Waktu itu aku bawa peta Jogja pemberian seorang teman, sebagai petunjuk jalan karena kunci utamanya aku harus nemuin “Monumen Jogja Kembali”. Dengan pedenya, kita udah sampai Malioboro temenku bilang “kita udah sampai Monjali, terus belok kemana?” aku jawab “ menurut peta kita lurus habis itu lampu bangjo belok kiri, habis itu lurus dan gak belok-belok lagi.”
Sahabat, kau selalu ngikutin perintahku. Alhasil, kita Cuma muter-muter Malioboro. Aku mulai curiga dengan tempat yang kamu bilang ‘MONJALI’.